Rabu, 20 Juni 2012

EKSISTENSI PANCASILA DI ERA SEKARANG


Pancasila lahir sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri. Artinya adalah bahwa mendirikan sebuah negara hanya semata-mata untuk mewujudkan sebuah tatanan masyarakat yang sejahtera, makmur dan sentosa. Bahwa tujuan tersebut adalah “kontrak sosial” antara Negara dengan rakyatnya, dan Negara sebagai organisasi yang mengatur, berkewajiban untuk membawa rakyatnya kepada tujuan yang dimaksud, tanpa menghilangkan hak-hak rakyatnya sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, karena rakyatlah yang memiliki negara, bukan negara yang memiliki rakyat.
Pancasila sebagai landasan ideal bagi bangsa Indonesia dan ditempatkannya teks Pancasila dalam pembukaan UUD 1945, menimbulkan dampak besar dalam seluruh segi kehidupan bangsa Indonesia. Dari sudut pandang yuridis hal ini bisa kita wujudkan dengan sinkronisasi segala bentuk peraturan perundang-undangan di bawah UUD agar maksud dan tujuan Pancasila dapat tercapai melalui bentuk penjabaran norma-norma hukum. Namun, sinkronisasi jiwa Pancasila yang dijabarkan dalam norma-norma hukum itu masih menyimpan banyak persoalan tentang eksistensi Pancasila dalam kehidupan nyata bangsa Indonesia. Sebagai suatu norma kita akui Pancasila haruslah menjadi pedoman bagi segala bentuk penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Bumi Pertiwi ini. Tapi sebagai pandangan hidup adakah Pancasila masih menjadi satu kesatuan jiwa dan cara berpikir bangsa Indonesia?
Nilai-nilai Pancasila kini telah tergerus oleh globalisasi yang selalu membawa karakter individualistik dan liberal. Kita sebagai bangsa tidak lagi mampu menjadikan Pancasila sebagai benteng untuk menahan arus globalisasi yang membawa dampak kehidupan yang sejatinya bertentangan dengan Pancasila. Persoalan-persoalan bangsa yang tak pernah kunjung selesai adalah bentuk lunturnya Pancasila dari jiwa bangsa Indonesia. Karena semua persoalan itu sejatinya adalah persoalan yang hanya membutuhkan satu solusi saja, yaitu sebuah karakater sebagai identitas bangsa Indonesia. Sebuah karakater yang mampu menghantarkan bangsa ini ke depan gerbang kesejahteraan, dan karakater itu bernama pancasilais.
Kini, sebagai bangsa kita terlalu sibuk memikirkan bagaimana nilai ekspor kita meningkat, cadangan devisa bertambah, eksploitasi sumber daya alam, dan bagaimana mekanisme memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Tapi kita tidak pernah lagi berpikir untuk bagaimana membumikan Pancasila di hati anak bangsa, sehingga mereka bisa tumbuh sebagai pemegang tongkat estafet sebagai seorang Pancasilais. Perhatian kita tersita oleh persoalan-persoalan teknis yang sejatinya bisa diselesaikan secara mudah asal kita sebagai bangsa punya pendirian. Pancasila kini hanya dijadikan sebagai bacaan wajib dalam setiap upacara, bacaan dan hapalan wajib dalam setiap jenjang pendidikan, tapi kita tidak pernah mewajibkan menerapkan nilai-nilainya.
Masihkan kita belum menyadari mengapa dulu para founding father kita menciptakan pancasila. Sesungguhnya para founding father kita sadar bahwa bangsa ini tidak akan pernah tenggelam dan terkucilkan dari bangsa lain selama kita punya karakter sebagai identitas sebagai bangsa. Meski kita hidup sebagai bangsa yang serbakekurangan. Sebab segala bentuk persoalan teknis pasti dapat diselesaikan dengan bijak selagi kita berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila. Kini generasi bangsa telah mulai melupakan urgensi Pancasila, kita lebih tertarik dengan kehidupan gaya barat yang hedonis dan individualistik. Kita tidak lagi memikirkan jiwa keadilan sosial dan kesejahteraan sosial yang menjadi salah satu nilai Pancasila. Korupsi, kolusi, dan nepotisme kini telah menjadi kebiasaan jika kita tidak mau berkata itu telah menjadi budaya. Banyak hal-hal yang dulunya tabu kini telah menjadi suatu hal yang biasa, karena kita tidak lagi mau mengkaji dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila.
Eksistensi Pancasila sebagai pandangan hidup yang bernilai filosofis dan sosiologis kini menjadi hal perlu untuk menjadi kajian generasi bangsa. Penumbuhan kembali Pancasila sebagai pandangan hidup yang tersemayam dalam jiwa manusia Indonesia adalah hal yang mendesak dan persoalan utama kita sebagai bangsa Indonesia. Jika kita tidak ingin ia hanya bernilai semantik belaka, dan hanya menjadi slogan-slogan di setiap upacara. Yang pada akhirnya kita hanya akan menjadi bangsa yang pengekor bukan pelopor di tengah globalisasi yang terus mewarnai dunia.
Negara yang mengamalkan Pancasila dengan baik dan benar adalah negara yang mengeluarkan kebijakan bukan berdasarkan kepentingan partai, bangsa asing, pemilik modal atau kelompoknya. Negara pancasilais adalah Negara yang tidak akan mendukung kolonialisme di belahan dunia manapun dan dalam bentuk apapun, Negara yang pancasilais pastilah membangun perekonomian rakyatnya, Negara yang pancasilais adalah Negara yang menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran, Negara yang pancasilais pastilah memberikan kesempatan kepada semua rakyatnya yang berpotensi untuk menjadi pemimpin, Negara yang pancasilais pastilah mempersiapkan generasi penerus bangsa menjadi generasi yang mandiri dan bermoral baik, Negara yang pancasilais pastilah mempertahankan budaya masyarakatnya, Negara yang pancasilais pastilah mewujudkan masyarakat yang pancasilais.
Ketika Negara sudah dapat berjalan dengan berpijak diatas pancasila secara baik dan benar, maka efek dominonya adalah terwujudnya sebuah tatanan orang-orang yang pancasilais di negeri ini. Bahwa seorang pancasilais adalah orang yang bisa menghargai antara pemeluk keyakinan, seorang pancasilais adalah orang yang bersaing tanpa harus membuat duka orang lain, seorang pancasilais adalah orang yang tidak mengagung-agungkan kejahatan dan kebejatan, seorang pancasilais adalah orang yang turut merasakan kepedihan ketika saudara sebangsanya merasakan kepedihan, seorang pancasilais adalah orang yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, seorang pancasilais adalah orang yang bekerja dengan gigih mengembangkan seluruh potensinya, seorang pancasilais adalah orang yang kritis terhadap kebijakan Negara yang tidak berpihak kepadanya. Kita tahu bahwa Pancasila adalah sebuah identitas negara Indonesia yang kini sedikit demi sedikit mulai lenyap dimakan waktu. Pancasila adalah Pedoman Negara ini, dimana pedoman untuk mengarahkan negara ini menuju masyarakat yang sejahtera.
Namun bagaimana dengan keeksistensian Pancasila sekarang ini???
Di era sekarang ini, keeksistensian pancasila sangatlah memburuk, Pancasila hanyalah terlihat sebagai symbol Negara saja, mereka (baik masyarakat ataupun pemerintah) hanyalah mengerti bahwa Pancasila sebagai dasar Negara, tetapi pada kenyataannya, ternyata banyak sekali masyarakat yang tidak menghargai Pancasila itu sendiri,mereka tidak memerhatikan akan pentingnya Pancasila dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Contoh kecil dari bentuk masyarakat yang tidak menghargai pancasila adalah seperti keadaan di salah satu Sekolah Dasar di Serang, di sana ada bahkan semua kelas yang poster Pancasilanya sudah tidak terurus lagi, ada yang poster Pancasilanya miring, dan bahkan ada juga di salah satu kelas yang tidak memiliki poster pancasila tersebut. Dari contoh itu, dapat disimpulkan bahwa Pancasila sudah tidak ada harganya lagi. Bahkan pada masyarakat umum ada juga yang tidak tahu apa itu Pancasila, banyak juga masyarakat dan bahkan pemerintah yang tidak hafal akan isi dari sila-sila pancasila itu sendiri. Kondisi ini sangatlah  memprihatikan, jika saja masyarakat kita mau menghargai dan melaksanakan isi kandungan yang terdapat dalam pancasila, niscaya negara ini akan menjadi negara yang kokoh yang tak akan mudah untuk dibecah belah.

Berbagai kasus-kasus besar dalam masyarakat banyak bermunculan, seperti; pertama, banyaknya aliran-aliran sesat yang kemunculannya secara terang-terangan. Banyaknya aliran-aliran sesat diberbagai penjuru Indonesia seperti Inkar Sunnah, Teguh Esha, HMA Bijak Bestari, Jam,iyyatul Islamiyah, Lia Aminuddin (LIA EDEN), “Rasul” Ahmad Moshaddeq, Rasul Sabda Kusuma dari Kudus, Agus Imam Solihin atau Satrio Paningit, Surga Eden Di Cirebon dan Tuhannya Ahmad Tantowi, Aliran Hidup Di Balik Hidup (HDH), Ahmadiyah, Jaringan Islam Liberal (JIL), hingga NII di Sumatera, menjadikan kekawatiran besar di masyarakat akan agama yang disampaikan oleh orang per orang kepada mereka baik yang nmereka ketahui orangnya ataupun tanpa mengetahui orangnya, yang mengakibatkan banyak terjadi kemarahan massa ditempat-tempat diadakannya ajaran sesat karena kelambatan pemerintah dalam menangani kegiatan dari ajaran-ajaran sesat yang sudah mendeklarasikan diri dii dalam masyarakat. Meskipun sekarang ini telah ada LPPI tetapi lembaga ini tidak menjamin akan berhentinya penyebaran aliran-aliran sesat di Indonesia, dikarenakan lembaga ini hanya bersifat memberantas. Sedangkan untuk pencegahan kemunculan-kemunculan aliran sesat kembali tergantung pada kesadaran masyarakat terhadap agamanya masing-masing dengan menanamkan kesadaran pada pancasia sila pertama.
Kedua, Pada era sekarang ini, rakyat dijadikan subjek untuk melaksanakan keputusan pemerintah, setiap kali kenaikan BBM rakyat antri untuk mendapatkan BBM, Pemerintah ragu bahwa pemerintah daerah, dusun/rt bisa melakukan pelayanan kepada rakyatnya. Pembagian BLT rakyat kembali menjadi subjek diminta antri, dengan korban jiwa yang tidak sedikit atau lebih dari 2. Rakyat yang sudah antri dan meninggal dalam antrian tidak diberikan hak-haknya sebagai orang yang menjadi subjek kebijakan pemerintah. Subjek dalam kebijakan pemerintah adalah pelaku kebijakan, yang tanpa adanya subjek tersebut kebijakan tidak akan berjalan. Tanpa rakyat penerima BLT ikhlas mengantri, kebijakan pemberian BLT menurut cara SBY-JK tidak akan berjalan. Sehingga hak-haknya sebagai subjek kebijakan pemerintah harus dipenuhi oleh Pemerintah, entah dalam bentuk santunan atau jaminan hidup bagi keluarga yang ditinggal. Konsekuensi-konsekuensi kebijakan pemerintah dalam era SBY-JK tidak berjalan, “target tercapai selesai”. Sehingga setiap kali kebijakan sudah berjalan dan selesai masih menyisakan permasalahan-permasalahan. Dengan adanya keraguan akan pemerintah pada pemerintah daerah, dusun/rt nampaklah bahwa pemerintahpun menilai adanya suatu keganjalan pada pemerintah daerah, dusun/rt akan tugas-tugas yang diampunya apakah benar-benar tersampaikan pada masyarakat atau hanya berhenti ditengah jalan. Disinilah perlu dibenahinya lagi kesadaran pemerintah akan pancasila pada berbagai kinerjanya agar tertanam pemerintah yang pancasialis.
Ketiga, Banyaknya masalah bencana yang tidak terselesaikan. Bencana-bencana yang tidak sepenuhnya terselesaikan ini menjadi masalah penting dalam kehidupan masyarakat, Baik berupa bencana alam seperti tsunami di Aceh, letusan gunung berapi di Yogyakarta dan daerah lain, angin puting beliung yang menghancurkan rumah warga di berbagai wilayah dan masih banyak bencana alam lainnya yang belum terselesaikan. Ditambah lagi dengan adanya bencana lumpur lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur yang salah satu versi menyatakan bahwa luapan lumpur panas ini disebabkan karena wilayah ini digunakannya oleh salah satu perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang ditunjuk BP-MIGAS untuk melakukan proses pengeboran minyak dan gas bumi tanpa adanya suatu pemikiran terhadap dampaknya, melainkan hanyalah mencari keuntungan bisnis semata. Hal ini sangatlah memprihatinkan, kerugian yang dialami bangsapun teramat banyak akibat meluapnya lumpur lapindo.
Yang keempat adalah Reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu 2. Adanya berbagai kontrofersi yang muncul baik sebelum maupun sesudah diresmikannya reshuffle kabinet ini merupakan respon yang baik dari pakar-pakar politik maupun masyarakat yang turut berpendapat dengan diadakannya reshuffle ini. Tidaklah ada yang salah dari pendapat mereka baik pro maupun kontra yang didasarkan pada kenyataan yang logis. Sayangnya, keributan setelah peresmian reshuffle ini sangatlah tidak diduga, beberapa mantan menteri ketika ditanya soal keputusan reshuffle ini meluapkan kekecewaanya dimedia umum kepada Presiden RI karena jabatannya yang dialihkan kepada orang lain dengan alasan bahwa mereka telah menyelesaikan kinerjanya dengan baik. Padahal, diadakanya reshuffle kabinet ini dikarenakan baik pemerintah maupun masyarakat merasakan ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah sebelumnya. Penggantian susunan kabinetpun dipilih menurut kemampuan dan kesanggupan seseorang untuk mengatur Negara di masing-masing bidangnya. Disinilah nampak keeksistensian pancasila dalam kepemerintahan Indonesia bahwasanya pancasila tidak hanya dijadikan sebagai ideologi yang bersifat statis, namun seiring perkembangan zaman pancasila tetap dapat dijadikan landasan dalam menjalankan kebijakan pemerintahan.

4 komentar: