Pancasila lahir sebelum
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri. Artinya adalah bahwa mendirikan
sebuah negara hanya semata-mata untuk mewujudkan sebuah tatanan masyarakat yang
sejahtera, makmur dan sentosa. Bahwa tujuan tersebut adalah “kontrak sosial”
antara Negara dengan rakyatnya, dan Negara sebagai organisasi yang mengatur,
berkewajiban untuk membawa rakyatnya kepada tujuan yang dimaksud, tanpa menghilangkan
hak-hak rakyatnya sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, karena rakyatlah yang
memiliki negara, bukan negara yang memiliki rakyat.
Pancasila
sebagai landasan ideal bagi bangsa Indonesia dan ditempatkannya teks Pancasila
dalam pembukaan UUD 1945, menimbulkan dampak besar dalam seluruh segi kehidupan
bangsa Indonesia. Dari sudut pandang yuridis hal ini bisa kita wujudkan dengan
sinkronisasi segala bentuk peraturan perundang-undangan di bawah UUD agar
maksud dan tujuan Pancasila dapat tercapai melalui bentuk penjabaran
norma-norma hukum. Namun, sinkronisasi jiwa Pancasila yang dijabarkan dalam
norma-norma hukum itu masih menyimpan banyak persoalan tentang eksistensi
Pancasila dalam kehidupan nyata bangsa Indonesia. Sebagai suatu norma kita akui
Pancasila haruslah menjadi pedoman bagi segala bentuk penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara di Bumi Pertiwi ini. Tapi sebagai pandangan hidup
adakah Pancasila masih menjadi satu kesatuan jiwa dan cara berpikir bangsa
Indonesia?
Nilai-nilai Pancasila kini telah tergerus oleh
globalisasi yang selalu membawa karakter individualistik dan liberal. Kita
sebagai bangsa tidak lagi mampu menjadikan Pancasila sebagai benteng untuk
menahan arus globalisasi yang membawa dampak kehidupan yang sejatinya
bertentangan dengan Pancasila. Persoalan-persoalan bangsa yang tak pernah
kunjung selesai adalah bentuk lunturnya Pancasila dari jiwa bangsa Indonesia.
Karena semua persoalan itu sejatinya adalah persoalan yang hanya membutuhkan
satu solusi saja, yaitu sebuah karakater sebagai identitas bangsa Indonesia.
Sebuah karakater yang mampu menghantarkan bangsa ini ke depan gerbang
kesejahteraan, dan karakater itu bernama pancasilais.
Kini, sebagai bangsa kita terlalu sibuk memikirkan
bagaimana nilai ekspor kita meningkat, cadangan devisa bertambah, eksploitasi
sumber daya alam, dan bagaimana mekanisme memperoleh dan mempertahankan
kekuasaan. Tapi kita tidak pernah lagi berpikir untuk bagaimana membumikan
Pancasila di hati anak bangsa, sehingga mereka bisa tumbuh sebagai pemegang
tongkat estafet sebagai seorang Pancasilais. Perhatian kita tersita oleh
persoalan-persoalan teknis yang sejatinya bisa diselesaikan secara mudah asal
kita sebagai bangsa punya pendirian. Pancasila kini hanya dijadikan sebagai
bacaan wajib dalam setiap upacara, bacaan dan hapalan wajib dalam setiap
jenjang pendidikan, tapi kita tidak pernah mewajibkan menerapkan
nilai-nilainya.
Masihkan kita belum menyadari mengapa dulu para
founding father kita menciptakan pancasila. Sesungguhnya para founding father
kita sadar bahwa bangsa ini tidak akan pernah tenggelam dan terkucilkan dari
bangsa lain selama kita punya karakter sebagai identitas sebagai bangsa. Meski
kita hidup sebagai bangsa yang serbakekurangan. Sebab segala bentuk persoalan
teknis pasti dapat diselesaikan dengan bijak selagi kita berpegang teguh pada
nilai-nilai Pancasila. Kini generasi bangsa telah mulai melupakan urgensi
Pancasila, kita lebih tertarik dengan kehidupan gaya barat yang hedonis dan
individualistik. Kita tidak lagi memikirkan jiwa keadilan sosial dan
kesejahteraan sosial yang menjadi salah satu nilai Pancasila. Korupsi, kolusi,
dan nepotisme kini telah menjadi kebiasaan jika kita tidak mau berkata itu
telah menjadi budaya. Banyak hal-hal yang dulunya tabu kini telah menjadi suatu
hal yang biasa, karena kita tidak lagi mau mengkaji dan mengimplementasikan
nilai-nilai Pancasila.
Eksistensi Pancasila sebagai pandangan hidup yang
bernilai filosofis dan sosiologis kini menjadi hal perlu untuk menjadi kajian
generasi bangsa. Penumbuhan kembali Pancasila sebagai pandangan hidup yang
tersemayam dalam jiwa manusia Indonesia adalah hal yang mendesak dan persoalan
utama kita sebagai bangsa Indonesia. Jika kita tidak ingin ia hanya bernilai
semantik belaka, dan hanya menjadi slogan-slogan di setiap upacara. Yang pada
akhirnya kita hanya akan menjadi bangsa yang pengekor bukan pelopor di tengah
globalisasi yang terus mewarnai dunia.
Negara
yang mengamalkan Pancasila dengan baik dan benar adalah negara yang
mengeluarkan kebijakan bukan berdasarkan kepentingan partai, bangsa asing,
pemilik modal atau kelompoknya. Negara pancasilais adalah Negara yang tidak
akan mendukung kolonialisme di belahan dunia manapun dan dalam bentuk apapun,
Negara yang pancasilais pastilah membangun perekonomian rakyatnya, Negara yang
pancasilais adalah Negara yang menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran, Negara
yang pancasilais pastilah memberikan kesempatan kepada semua rakyatnya yang
berpotensi untuk menjadi pemimpin, Negara yang pancasilais pastilah
mempersiapkan generasi penerus bangsa menjadi generasi yang mandiri dan
bermoral baik, Negara yang pancasilais pastilah mempertahankan budaya
masyarakatnya, Negara yang pancasilais pastilah mewujudkan masyarakat yang
pancasilais.
Ketika
Negara sudah dapat berjalan dengan berpijak diatas pancasila secara baik dan
benar, maka efek dominonya adalah terwujudnya sebuah tatanan orang-orang yang
pancasilais di negeri ini. Bahwa seorang pancasilais adalah orang yang bisa
menghargai antara pemeluk keyakinan, seorang pancasilais adalah orang yang
bersaing tanpa harus membuat duka orang lain, seorang pancasilais adalah orang
yang tidak mengagung-agungkan kejahatan dan kebejatan, seorang pancasilais
adalah orang yang turut merasakan kepedihan ketika saudara sebangsanya
merasakan kepedihan, seorang pancasilais adalah orang yang menjunjung tinggi
kebenaran dan keadilan, seorang pancasilais adalah orang yang bekerja dengan
gigih mengembangkan seluruh potensinya, seorang pancasilais adalah orang yang
kritis terhadap kebijakan Negara yang tidak berpihak kepadanya. Kita tahu bahwa
Pancasila adalah sebuah identitas negara Indonesia yang kini sedikit demi
sedikit mulai lenyap dimakan waktu. Pancasila adalah Pedoman Negara ini, dimana
pedoman untuk mengarahkan negara ini menuju masyarakat yang sejahtera.
Namun
bagaimana dengan keeksistensian Pancasila sekarang ini???
Di era sekarang ini, keeksistensian pancasila
sangatlah memburuk, Pancasila hanyalah terlihat sebagai symbol Negara saja,
mereka (baik masyarakat ataupun pemerintah) hanyalah mengerti bahwa Pancasila
sebagai dasar Negara, tetapi pada kenyataannya, ternyata banyak sekali
masyarakat yang tidak menghargai Pancasila itu sendiri,mereka
tidak memerhatikan akan pentingnya Pancasila dalam hidup berbangsa dan
bernegara.
Contoh kecil
dari bentuk masyarakat yang tidak menghargai pancasila adalah seperti keadaan di
salah satu Sekolah Dasar di Serang, di sana ada bahkan semua kelas yang poster
Pancasilanya sudah tidak terurus lagi, ada yang poster Pancasilanya miring, dan
bahkan ada juga di salah satu kelas yang tidak memiliki poster pancasila
tersebut. Dari contoh itu, dapat disimpulkan bahwa Pancasila sudah tidak ada
harganya lagi. Bahkan pada masyarakat umum ada juga yang tidak tahu apa itu
Pancasila, banyak juga masyarakat dan bahkan pemerintah yang tidak hafal akan
isi dari sila-sila pancasila itu sendiri. Kondisi ini sangatlah memprihatikan, jika saja masyarakat kita mau
menghargai dan melaksanakan isi kandungan yang terdapat dalam pancasila,
niscaya negara ini akan menjadi negara yang kokoh yang tak akan mudah untuk
dibecah belah.
Berbagai kasus-kasus besar dalam masyarakat
banyak bermunculan, seperti; pertama, banyaknya aliran-aliran sesat yang
kemunculannya secara terang-terangan. Banyaknya aliran-aliran sesat diberbagai
penjuru Indonesia seperti Inkar Sunnah, Teguh Esha, HMA Bijak Bestari,
Jam,iyyatul Islamiyah, Lia Aminuddin (LIA EDEN), “Rasul”
Ahmad Moshaddeq, Rasul Sabda Kusuma dari Kudus, Agus Imam Solihin atau Satrio
Paningit, Surga Eden Di Cirebon dan Tuhannya Ahmad Tantowi, Aliran Hidup Di
Balik Hidup (HDH),
Ahmadiyah, Jaringan Islam Liberal (JIL), hingga NII di Sumatera, menjadikan
kekawatiran besar di masyarakat akan agama yang disampaikan oleh orang per
orang kepada mereka baik yang nmereka ketahui orangnya ataupun tanpa mengetahui
orangnya, yang mengakibatkan banyak terjadi kemarahan massa ditempat-tempat
diadakannya ajaran sesat karena kelambatan pemerintah dalam menangani kegiatan
dari ajaran-ajaran sesat yang sudah mendeklarasikan diri dii dalam masyarakat. Meskipun
sekarang ini telah ada LPPI tetapi lembaga ini tidak menjamin akan berhentinya
penyebaran aliran-aliran sesat di Indonesia, dikarenakan lembaga ini hanya
bersifat memberantas. Sedangkan untuk pencegahan kemunculan-kemunculan aliran
sesat kembali tergantung pada kesadaran masyarakat terhadap agamanya
masing-masing dengan menanamkan kesadaran pada pancasia sila pertama.
Kedua, Pada era sekarang ini, rakyat
dijadikan subjek untuk melaksanakan keputusan pemerintah, setiap kali kenaikan
BBM rakyat antri untuk mendapatkan BBM, Pemerintah ragu bahwa pemerintah
daerah, dusun/rt bisa melakukan pelayanan kepada rakyatnya. Pembagian BLT
rakyat kembali menjadi subjek diminta antri, dengan korban jiwa yang tidak
sedikit atau lebih dari 2. Rakyat yang sudah antri dan meninggal dalam antrian
tidak diberikan hak-haknya sebagai orang yang menjadi subjek kebijakan
pemerintah. Subjek dalam kebijakan pemerintah adalah pelaku kebijakan, yang
tanpa adanya subjek tersebut kebijakan tidak akan berjalan. Tanpa rakyat
penerima BLT ikhlas mengantri, kebijakan pemberian BLT menurut cara SBY-JK
tidak akan berjalan. Sehingga hak-haknya sebagai subjek kebijakan pemerintah
harus dipenuhi oleh Pemerintah, entah dalam bentuk santunan atau jaminan hidup
bagi keluarga yang ditinggal. Konsekuensi-konsekuensi kebijakan pemerintah
dalam era SBY-JK tidak berjalan, “target tercapai selesai”. Sehingga setiap
kali kebijakan sudah berjalan dan selesai masih menyisakan
permasalahan-permasalahan. Dengan adanya keraguan akan pemerintah pada
pemerintah daerah, dusun/rt nampaklah bahwa pemerintahpun menilai adanya suatu
keganjalan pada pemerintah daerah, dusun/rt akan tugas-tugas yang diampunya
apakah benar-benar tersampaikan pada masyarakat atau hanya berhenti ditengah
jalan. Disinilah perlu dibenahinya lagi kesadaran pemerintah akan pancasila
pada berbagai kinerjanya agar tertanam pemerintah yang pancasialis.
Ketiga, Banyaknya masalah bencana
yang tidak terselesaikan. Bencana-bencana yang tidak sepenuhnya terselesaikan ini
menjadi masalah penting dalam kehidupan masyarakat, Baik berupa bencana alam
seperti tsunami di Aceh, letusan gunung berapi di Yogyakarta dan daerah lain,
angin puting beliung yang menghancurkan rumah warga di berbagai wilayah dan
masih banyak bencana alam lainnya yang belum terselesaikan. Ditambah lagi
dengan adanya bencana lumpur lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur yang salah satu
versi menyatakan bahwa luapan lumpur panas ini disebabkan karena wilayah ini digunakannya
oleh salah satu perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang ditunjuk
BP-MIGAS untuk melakukan proses pengeboran minyak dan gas bumi tanpa adanya
suatu pemikiran terhadap dampaknya, melainkan hanyalah mencari keuntungan
bisnis semata. Hal ini sangatlah memprihatinkan, kerugian yang dialami
bangsapun teramat banyak akibat meluapnya lumpur lapindo.
Yang keempat adalah Reshuffle
Kabinet Indonesia Bersatu 2. Adanya berbagai kontrofersi yang muncul baik
sebelum maupun sesudah diresmikannya reshuffle kabinet ini merupakan respon
yang baik dari pakar-pakar politik maupun masyarakat yang turut berpendapat
dengan diadakannya reshuffle ini. Tidaklah ada yang salah dari pendapat mereka
baik pro maupun kontra yang didasarkan pada kenyataan yang logis. Sayangnya, keributan
setelah peresmian reshuffle ini sangatlah tidak diduga, beberapa mantan menteri
ketika ditanya soal keputusan reshuffle ini meluapkan kekecewaanya dimedia umum
kepada Presiden RI karena jabatannya yang dialihkan kepada orang lain dengan
alasan bahwa mereka telah menyelesaikan kinerjanya dengan baik. Padahal,
diadakanya reshuffle kabinet ini dikarenakan baik pemerintah maupun masyarakat
merasakan ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah sebelumnya. Penggantian
susunan kabinetpun dipilih menurut kemampuan dan kesanggupan seseorang untuk
mengatur Negara di masing-masing bidangnya. Disinilah nampak keeksistensian
pancasila dalam kepemerintahan Indonesia bahwasanya pancasila tidak hanya
dijadikan sebagai ideologi yang bersifat statis, namun seiring perkembangan
zaman pancasila tetap dapat dijadikan landasan dalam menjalankan kebijakan
pemerintahan.
Terima kasih penjelasan anda sangat bermanfaat bagi saya
BalasHapusterimakasih , sangat membantu
BalasHapusmantap irma , i love you
BalasHapussangat menbantu terima kasihh
BalasHapus